Rabu, 21 Juni 2017

TIPS PARENTING : Mudik Ajak Anak Naik Pesawat? Dibawa Asyik Aja Ya

Nah mumpung sebentar lagi arus mudik dan balik Lebaran, saya ingin berbagi pengalaman soal mengajak anak untuk kali pertama naik pesawat. Ya, pasti tak sedikit orang tua memilih naik pesawat untuk pulang ke kampung halaman. Selain menghemat banyak waktu, naik pesawat juga nyaman dan aman. Namuuun....saya yakin tak sedikit orang tua sedikit senewen saat membayangkan harus terbang bersama krucils. Terlebih jika naik pesawat kali ini merupakan pengalaman pertama mereka. Duh! Makin senewen pasti membayangkan hal itu. Soalnya banyak cerita anak-anak sering rewel di dalam pesawat, terutama saat lepas landas dan mendarat. Saat naik pesawat entah itu bepergian ke Bangkok atau Vietnam atau kemana, saya sering lihat orang tua yang terbang bersama anak-anak, mereka pasti rempong bawa ini itu. Ada yang bawa buku mewarnai, mainan kesukaan anak, makanan kesukaan si anak hingga Ipad. Di mata saya, para ortu itu sibuk meng-entertaint si kecil agar tidak mewek selama penerbangan berlangsung! Waktu itu saya masih lajang dan terpikir oleh saya,"Duuuuh masak serempong itu sih bepergian bersama anak?"

Pengalaman pertama saya mengajak putra saya terbang adalah pada September 2016 lalu. Saat itu, Adam putra saya masih berusia 2 tahun. Sebelumnya, pada usia 1 tahun saya sudah mengajak dia naik kereta dan bus. Pengalaman naik kereta api dan bus umum yang penuh sesak penumpang itu berlangsung dengan sukses. Adam tidak mabuk, tidak rewel, tidak masuk angin, tidak ada acara mengambek, mood swing malahan dia sangat menikmati perjalanan. Saat di perjalanan pun, dia lebih banyak bobok hihi....

Adam, 2, berfoto bersama flight attendant Lion Air pada September 2016.

Sejak dia lahir cenger ke dunia saya memang sudah bertekad mengenalkannya kepada dunia yang sangat saya sukai yaitu traveling hihi....dan secara bertahap saya mengenalkannya kepada aneka moda transportasi. Pada saat liburan tahun lalu, saya pingin memberi pengalaman berbeda kepada Adam yaitu NAIK PESAWAT TERBANG. Maklumlah, simboknya ini kan penggemar traveling plus penggemar moda transportasi umum....sooo ibu pun ingin menularkan kesukaan yang sama kepada buah hatinya hehehe. Saya piliih penerbangan jarak pendek terlebih dahulu sebagai ajang pemanasan kepada Adam, yaitu Solo-Jakarta pp. Saya juga nyari low cost carrier, naik di kelas ekonomi pula. Pokoknya bepergian ala rakyat jelatalah hahaha. Karena saya tahu karakter putra saya yang gampang, tidak rewel, tidak moody, dan selalu excited terhadap pengalaman baru maka saya yakin aja dia bakal menikmati pengalaman terbang pertamanya ini. Pokoknya kuncinya adalah jika si ibu hepi dan tenang, saya jamin anak pun ikut hepi dan tenang selama di perjalanan. Anak, terutama yang masih usia balita, itu sangat nyambung dengan ibu. Jadi, bu ibu, usahakan selalu berpikir positif saat bersama anak niscaya semua perjalanan bersama si krucils berjalan lancar dan berakhir hepi.

Kendati demikian saya juga nyiapin mainan playdoh dan makanan kesukaan Adam di dalam tas jinjing yang boleh dibawa di kabin. Yah itu buat jaga-jaga bila Adam bosan. Soalnya saya tahu dia itu agak pembosan. Contohnya aja, nonton film kartun di televisi aja dia hanya bertahan nonton 5 menit. Malah suami saya yang sebetulnya senewen, dia bilang,"Adam itu duduk nonton kartun di teve aja tidak pernah betah sampai 5 menit, apalagi ini duduk di pesawat selama 1 jam!" Tapi saya bantah, saya bilang kan beda nonton teve dengan naik pesawat! Hihihi.... padahal aslinya lebih ngebosenin naek pesawat ya? Bayangin, kita cuma bisa duduk diam berjam-jam di dalam pesawat, tidak bisa lihat pemandangan, lain halnya bila naik kereta api atau bus kita bisa lihat pemandangan di luar jendela.

Jika tips pertama saya sarankan Anda sebagai ortu harus memiliki energi positif, penuh antusiasme dan gairah mereguk pengalaman baru di perjalanan agar anak ikut terbawa aura Anda, maka tips kedua saya sarankan adalah jauh-jauh hari kasih tahu anak bahwa besok kita liburan naik pesawat ya. Lalu, kasih tahu pula hal-hal mengasyikkan yang bisa dia rasakan saat naik pesawat. Pokoknya bikin dia penasaran berat hehehe... Hal itu juga saya lakukan pada Adam, sekali pun saya yakin dia sebetulnya enggak perlu dirangsang seperti itu karena dia itu orangnya asyik-asyik aja diajak kemana pun. Tips ketiga bawa obat-obatan (jika anak sedang sakit) dan beberapa lembar baju (celana, kaus, kaus dalam, kaus kaki hingga jaket dan topi) cadangan di dalam tas jinjing yang bisa Anda bawa di kabin, just in case baju anak basah ketumpahan minuman atau makanan jadi dia punya baju ganti atau anak kedinginan Anda bisa dengan mudah memakaikan jaket. Tips terakhir adalah setelah pesawat mendarat di tempat tujuan, katakan kepada anak,"Gimana? Asyik kan ternyata naik pesawat?" agar anak punya kenangan indah tentang bepergian naik pesawat.

Nhaaa kembali ke pengalaman saya mengajak Adam naik pesawat terbang, pas Hari H, kami check in di Bandara Adi Soemarmo. Di ruang tunggu, Adam terlihat excited melihat ada banyak sekali pesawat datang dan pergi di runway. Dia melihat pesawat-pesawat itu dari kaca ruang tunggu sambil berteriak-teriak,"Weh pesawat! Pesawat! Itu pesawatnya datang, Ibuk!"

Adam melihat pesawat di Ruang Tunggu Bandara Internasional Adi Soemarmo.


Saat naik ke pesawat, kehadirannya langsung menarik perhatian kru kabin. Tapi memang saya perhatikan awak kabin cenderung memberikan perhatian lebih kepada penumpang anak-anak, entah mungkin standar pelayanannya begitu kali ya...saya enggak tahu. Seperti yang sudah saya duga, Adam sama sekali tidak rewel. Dia duduk manis di kursinya. Kru kabin sudah mengingatkan saya bahwa anak yang berusia di atas 2 tahun harus duduk sendiri. I know it. Kan Adam juga saya belikan tiket. Dia punya tiket dengan nomor kursi yang harus dia tempati. Dia hanya menunjukkan rasa takut saat pesawat take off. Hal ini mungkin karena dia duduk di pinggir jendela dan dia melihat pesawat perlahan-lahan menukik ke atas, berasa miring, jadi dia mungkin merasa aneh aja. Dia mencengkeram erat-erat tangan saya sambil bilang,"Ah...ah...ah!" Saya yakinkan dia bahwa enggak apa-apa, ini pesawatnya sedang take off....nanti kalo sudah sampai di atas pesawatnya enggak terasa miring lagi hihi... sejak itu saat pesawat take off di perjalanan pulang, dia tidak menunjukkan ekspresi takut lagi, dia hanya berkata pada dirinya sendiri,"Enggak apa-apa...enggak apa-apa ya Ibuk?" hehehe...Pinter kan? Sebelum kami turun dari pesawat (saya memang sengaja menunggu semua penumpang turun terlebih dahulu), saya pingin memotret Adam di dalam pesawat....eeeh untung mbak-mbak pramugari dengan suka cita juga mau diajak berfoto bersama Adam! Terima kasiiiih ya Mbak-Mbak...Penerbangan Solo-Jakarta berlangsung sukses.


Perjalanan pulang lebih repot lagi karena saya juga harus meng-handle ibu yang menggunakan kursi roda plus bawaan yang bertambah. Tapi Adam itu orangnya asyik aja kok....jadi tidak merepotkan saya. Saya tidak perlu mati-matin meng-entertaint dia hehehe...Kami juga menjadi penumpang terakhir yang turun dari pesawat. Hebatnya lagi, semua kru kabin termasuk kopilot dan pilot pada berdiri berjajar di pintu keluar mengucapkan terima kasih dan menyapa Adam, ada pula yang mengajak high five ke Adam, memuji Adam dan menyentuh Adam...sehingga kami berasa orang penting saja hehehe. Penerbangan Jakarta-Solo juga berlangsung sukses.

Tips terakhir adalah pokoknya bepergian dengan anak usia batita ituu...dibawa asyik aja! hehe...Terima semua pengalaman yang akan Anda dan anak hadapi dalam perjalanan dengan pikiran terbuka, hindari keluh kesah atau memarahi anak...yah pokoknya dibawa asyik ajalah...



Selasa, 20 Juni 2017

Layar Kwh Meter Mati, Harus Bagaimana Ya?

Layar Kwh Meter milik PLN tiba-tiba mati, terus sebagai pelanggan listrik prabayar kita harus bagaimana ya?

Ini benaran saya alami. Kejadiannya tiga pekan yang lalu. Waktu itu suami hendak mengisikan pulsa listrik yang sudah dibeli. Namun, saat melihat ke layar...whew ternyata mati! Terus gimana bisa isi pulsanya jika layar mati seperti ini? Akhirnya saya pun menelepon ke 123. Respons dari PLN sangat bagus. Hari itu juga keluhan saya langsung mendapat respons. Sebuah mobil PLN bersama 3 petugas datang ke rumah kami dan memeriksa Kwh meter yang layarnya mati. Salah satu petugas bertanya ke saya apakah listriknya masih menyala? Saya jawab, iya listriknya masih menyala.

Layar Kwh Meter yang biasanya berisi angka digital, sebagai indikator jumlah pulsa listrik, mendadak mati. Tidak tampak angka digital di layar itu.


"Kalau listriknya masih menyala ya berarti enggak masalah. Ibu tunggu penggantian Kwh Meter yang baru dari PLN, yah sekitar dua pekan lagi petugas kami akan datang lagi ke sini," kata petugas tersebut.
Sesuai pesan petugas penerima telepon di layanan 123 bahwa pelanggan dilarang memberikan tips maupun pemberian dalam apapun kepada petugas PLN, maka saya pun tidak memberikan tips kepada petugas yang datang ke rumah kami.

Kehidupan pun terus berjalan. Listrik tetap menyala. Namun, tiba-tiba pada Sabtu (17/06/2017) listrik di rumah saya padam. Awalnya saya kira terjadi pemadaman listrik oleh PLN. Tapi setelah saya cek ke tetangga kanan kiri, loh...kok listrik mereka pada menyala? Barulah saya sadari ternyata hanya rumah saya yang mengalami listrik padam! Saya menduga mungkin karena kehabisan pulsa listrik. Soalnya bulan ini memang belum saya isi pulsanya. Habis, mau diisi layarnya mati total gitu gimana bisa ngisi pulsa? Saya kembali menelepon ke 123. Namun kali ini, kami sekeluarga harus menunggu lumayan lama. Mungkin karena saya menelpon pada sore hari dan pas Bulan PUasa pula. Mungkin petugas PLN pada berbuka puasa dan Salat Tarawih dulu, entahlah, yang jelas mereka baru datang ke rumah pada pukul 20.00 WIB! Untung di rumah saya punya emergency lamp, jadi enggak terlalu menderitalah bergelap-gelapan karena tak ada listrik. Petugas kembali mengecek Kwh Meter kami. Dugaan saya ternyata benar. Petugas bilang ini listrik mati karena kehabisan pulsa listrik! Oleh petugas akhirnya diakalin, listriknya langsung disalurin, jadi tidak lagi tergantung kepada pulsa listrik. Lalu, petugas mengatakan akan ada penggantian Kwh Meter. Kami lagi-lagi disuruh menunggu. Hadhew....menunggu sampai kapan?

Sampai pengalaman ini saya tulis di blog ini pada Selasa (20/06/2017), KWh Meter di rumah saya belum juga diganti. Hiks...hiks...hiks....

Teman saya bilang punya pengalaman serupa dengan saya dan dia harus menunggu sekitar sebulan untuk mendapatkan penggantian KWH Meter yang baru. Waduh! Yah, nggak apa-apa sih...yang penting listrik tetap menyala agar kami dapat beraktivitas secara normal, terlebih lagi kami masih mengandalkan pompa air untuk kebutuhan air di rumah kami. Kalau listrik mati, kebutuhan air yang paling vital itu bisa terganggu hehe....

Yang saya tidak habis mengerti kenapa sih pelanggan harus menunggu selama itu untuk penggantian KWh Meter?Apakah prosedurnya demikian rumit sehingga pelanggan harus menunggu selama itu? Apakah karena pengadaannya di luar negeri atau bagaimana? Jika meminjam istilah para penjual online: kok barangnya enggak ready stock ya, tanya kenapa?

KESEHATAN GIGI :Gigi Susu Anak Telanjur Geripis, Saya Harus Bagaimana?

"Toloooong....gigi susu anak saya telanjur geripis! Lalu saya harus bagaimana?"

Niat awal saya bikin blog ini sebenarnya adalah untuk mencurahkan kegalauan plus isi hati saya, ditambah pengalaman-pengalaman yang saya rasakan, mudah-mudahan ada ilmu atau manfaat yang bisa dipetik orang lain. Saat menulis entry ini pun sebetulnya saya masih dirundung galau tingkat dewa. Saya tak henti-henti menyalahkan diri saya, menangis, hingga meminta maaf kepada anak saya. Kenapa? Karena saya termasuk ibu yang malas! Anak pun kena akibat kemalasan saya. Saya malas membaca, saya malas ngopeni anak, saya malas merawat giginya....

Ya!
Gigi anak saya bagian depan geripis. Belum habis sih. Tapi warnanya kehitaman, mengerikan sekali wujudnya. Waktu itu saya tak habis pikir, ni anak rajin gosok gigi tiap mandi dan tiap mo bobok malam tapi kok giginya kayak gini? Saya coba searching di Internet, di blog-blog...tetap saja tak mampu memuaskan rasa ingin tahu saya. Akhirnya, saya ajaklah dia ke dokter gigi. Pilihan saya jatuh kepada Bu Drg Ririn Nurliyani BR di Ruko Baturan, Colomadu, Karanganyar. Selain bisa periksa pakai kartu BPJS Kesehatan, tempat praktik Bu Ririn juga tak jauh dari rumah saya. Untung bu dokternya sangat friendly ke anak sehingga anak saya dengan mudahnya membuka mulut, kasih lihat gigi dia yang rusak. Begitu melihat gigi anak saya, bu dokter langsung tahu penyebabnya. "Ini pasti kalo habis minum susu, giginya enggak dibersihin!"

Deg. Mati saya. Saya langsung ingat kebiasaan putra saya, saat terbangun dari tidurnya di tengah malam, dia sering minta minum susu. Susunya pun UHT rasa cokelat! Dan karena saya terlanjur ngantuk, capek atau malas (yah beda-beda tipislah antara malas dan menyerah pada rasa capek), biasanya setelah putra saya minum susu, saya langsung tidur gitu aja seperti anak saya.
Tempat praktik Bu Drg Ririn Nurliyani.
 Ternyata itu pemicunya! Gula pada susu berubah menjadi asam dan merusak gigi.
Sebetulnya, kata Bu Ririn, minum susu manis enggak apa-apa asalkan setelah anak minum susu suruh dia berkumur-kumur pakai air putih untuk menetralkan susu di mulutnya. "Atau, ibu yang harus aware. Setiap anak habis minum susu, meski pun anak tidur, ibu harus bersihin giginya pakai lap basah!" kata Bu Ririn.
Hadhew... ituuuu yang tidak saya lakukan! Tapi seperti kata pepatah: nasi sudah telanjur menjadi bubur, kan tidak mungkin kita meminta bubur diubah menjadi nasi lagi iya kan. Yang bisa saya lakukan adalah melakukan pencegahan.

Saya ingat, dulu gigi saya ada yang geripis juga. Lalu, oleh dokter, gigi saya dikasih gigi palsu yang dipasangkan di gigi asli. Prosedur perawatannya sangat mudah yaitu awalnya gigi saya yang geripis itu dibersihin dulu berkali-kali, lalu disuruh minum antibiotik juga, setelah benar-benar bersih dan enggak terasa sakit lagi barulah dokter memasangkan gigi palsu untuk melindungi gigi asli. Dengan adanya gigi palsu itu maka geripis di gigi saya tidak meluas. Lalu, saya tanya Bu Ririn bisa enggak gigi anak saya dibikinkan semacam jaket atau pelindung?

Apa jawabannya?

"Enggak bisa, Bu. Untuk kasus gigi susu yang sudah telanjur geripis seperti ini tidak bisa dikasih jacket atau gigi palsu. Soalnya dia kan gigi susu, sebentar lagi ganti. Kalau dicabut juga enggak boleh karena gigi susu kan berfungsi sebagai penuntun gigi tetap yang akan tumbuh. Kalau gigi susu dicabut, nanti gigi tetapnya kesulitan tumbuh atau tumbuh tapi tempatnya uyel-uyelan."

Jadi, saya harus bagaimana dong? Saya khawatir kerusakan gigi itu meluas dan bikin anak sakit gigi.

"Hal yang bisa ibu lakukan hanyalah menjaga kebersihan gigi putra ibu plus menjaga daya tahan tubuhnya. Selama daya tahan tubuh anak bagus, niscaya dia terbebas dari sakit gigi," jawab Bu Ririn.

Hadhew...ya sudahlah. Padahal kata Bu Ririn gigi tetapnya akan tumbuh saat anak berumur 6-7 tahun. Sedangkan anak saya umurnya masih 3 tahun. Artinya, masih lamaaa baru dia dapat ganti gigi yang bagus! Ya sudahlah. Anggap aja ini sebagai penebusan dosa saya karena melalaikan tugas utama saya sebagai seorang ibu yang kudu aware juga terhadap kesehatan dan kebersihan anak. Maafkan ibu ya, Nak!

Rabu, 14 Juni 2017

TIPS PARENTING : Cara Mudah Ajak Anak ke Dokter Gigi

@astridkawai
Adam saat diperiksa oleh dokter gigi. Ada cara mudah ajak anak ke dokter gigi. (@astridkawai)

Mengajak anak ke dokter gigi untuk kali pertama bukanlah hal mudah. Tidak sedikit orang tua belum-belum sudah dipenuhi aneka kekhawatiran misalnya bagaimana ya kalo si kecil nanti tiba-tiba menangis atau menolak diperiksa oleh dokter gigi? Bahkan tak sedikit orang tua mengiming-imingi anak dengan hadiah jika anak bersedia diperiksa di dokter gigi.


Hmmm.... sebetulnya saya ingin mematahkan mitos ini. Saya tahu tidak hanya anak-anak, orang dewasa aja banyak yang ngeper duluan saat mendengar kata dokter gigi. Tapi sebetulnya mengajak anak ke dokter gigi untuk kali pertama jauh lebih mudah dibandingkan orang dewasa. Kenapa? Karena anak kan belum mengerti dokter gigi itu apa, peralatannya apa aja, kerjanya bagaimana dan sebagainya sehingga mengajak anak ke dokter gigi bisa kita jadinya sebagai pengalaman menyenangkan bagi anak. Sementara orang dewasa kan mereka sudah tahu dokter itu kerjaannya apa, peralatannya (yang bikin horor) itu apa aja, dan sebagainya.

Nah, dengan memegang prinsip itu, saya coba mengosongkan pikiran saya dari aneka kekhawatiran yang biasanya menghantui orang tua saat mengajak anak ke dokter gigi. Saya berpikir positif dan dengan berpikir positif otomatis saya menampilkan aura asyik saat mengajak anak semata wayang saya, Adam, ke dokter gigi. Kebetulan dia punya game dentist di telepon seluler dia, jadi makin mudahlah bagi saya untuk membuat "pergi kali pertama ke dokter gigi" itu sebagai sesuatu yang mengasyikkan dan pantas dinanti-nantikan. Jauh-jauh hari sebelumnya, saya sudah mengoroki telinga Adam...dengan mengatakan itu giginya pada hitam-hitam semua, besok ke dokter gigi ya! Saya juga memberi tahu kegiatan apa saja yang bisa dilakukan saat bertemu dokter gigi misal tersenyum memperlihatkan gigi, berkenalan dengan dokter gigi, giginya disorot pakai lampu, dan sebagainya pokoknya berusaha mengisi pikirannya dengan petualangan mengasyikkan sehingga anak tak memiliki ketakutan sama sekali. It really works! Anak terlihat sangat antusias dan tak sabar segera ke dokter gigi. Berkali-kali dia nanya kapan Adam ke dokter gigi? Saya jawab besok Rabu ya, Nak...Ibu mendaftar dulu di klinik dokter gigi.

Dua hari menjelang hari-H, saya kembali mengingatkan. "Besok Rabu ke dokter gigi ya!" Anak saya mengangguk. Lalu dia bilang,"Besok di dokter gigi bisa minta gigi baru ya, Ibu?" Pokoknya dia terlihat sangat antusias menantikan petualangan pertamanya ke tempat praktik dokter gigi.

Tapiiiiii oh tapiiiii.... begitu tiba hari H, apa yang terjadi? Awalnya sih dia antusias masuk ke ruang tunggu di tempat praktik dokter gigi. Dia tanya mana dokternya? Saya jawab bentar, kita duduk di sini dulu, nanti nunggu dipanggil ya. Lalu bu dokter giginya datang. Anak saya bertanya itu siapa? Saya jawab,"Itu bu dokter gigi. Nanti mau kan kenalan?" Anak saya bilang iya. Nhaa...mungkin karena kelamaan nunggu, biasa kaaan anak kecil itu mood-nya turun naik, mood dia langsung turun. Dia berubah pikiran. Dia mengajak pulang! "Enggak mau masuk ke sana!" ujarnya sambil menunjuk ke tempat praktik bu dokter. Dibujuk segala rupa, dia tetap enggak mau. Untung pasien yang sedang digarap bu dokter lumayan lama, sehingga saya dan suami punya banyak waktu untuk membujuk si kecil yang mendadak ngambek! Hadew. Tapi saya tidak berusaha mengiming-imingi dengan hadiah. Saya hanya bilang,"Iya nanti pulang, tapi pintu keluarnya lewat situ dulu!" ujar saya sambil menunjuk ke tempat praktik bu dokter...hihi...

Ajaibnya, begitu si pasien itu keluar dan nama anak saya dipanggil, dia mau diajak masuk. Dengan syarat: digendong ayah! Untunglah bu dokternya sangat ramah dan pandai memikat hati anak. Bu Drg Ririn Nurliyani namanya. Tempat praktiknya di Ruko Baturan, Colomadu, Karanganyar. Oya, kami periksa gigi ini menggunakan kartu BPJS jadinya gratis tis! Hohoho. Bu dokter dengans sabar mengajak anak saya ngobrol, tos, dan sebagainya. Meski pun belum ada tindakan untuk gigi si kecil yang bolong, namun anak saya sudah tak takut lagi. Bahkan dia mau disuruh duduk di kursi periksa setelah dibujuk bu Ririn. Bu Ririn hanya berkata,"Yuk duduk di sana, disorot pakai lampu yuk. Disorot lampu aja kok sama bermain cermin. Saya punya cermin kecil loh." Anak saya pun nurut aja ketika disuruh membuka mulut, disorot pakai lampu dan dicek keadaan giginya. "Nah, enggak apa-apa kan? Seru kan ternyata di dokter gigi? Besok ke sini lagi ya...mmmh mungkin besok saya mau ngasih warna-warni di gigi Adam!" demikian kata Bu Drg Ririn setelah memeriksa kondisi gigi anak saya.

"Menghadapi anak-anak memang harus sabar dan tidak bisa langsung diambil tindakan. Takutnya kalau langsung diambil tindakan, anak malah takut dan tidak mau pergi ke dokter gigi. Jadi, untuk langkah pertama saya harus membujuknya supaya dia mau duduk dulu di kursi panas itu dan melihat aneka peralatan dokter gigi yang mungkin terlihat menakutkan. Saya ingin dia kenal dulu dengan peralatan tersebut," jelas Drg Ririn tentang metode dia menghadapi pasien anak-anak.


Setelah itu, kami pun pulang. Aaaaah....leganya luar biasa! No drama, no fears, no tears, no yealing. Pokoknya benar-benar berakhir bahagia deh. Saya sebagai orangtua bahagia, anak juga bahagia (karena tidak merasa dipaksa duduk di kursi panas hahaha). Berikut ini tips supaya anak tidak menganggap dokter gigi sebagai sesuatu yang menakutkan:

  • Beritahu jauh-jauh hari sebelumnya mengapa dia harus pergi ke dokter gigi.
  • Ajak anak membayangkan aneka kegiatan mengasyikkan yang bisa dilakukan saat nanti ketemu dokter gigi.
  • Mendekati hari H, jangan lupa untuk ngingetin lagi kita mo pergi ke dokter gigi ya besok.
  • Pilihlah dokter gigi yang ramah anak, tempat praktik mengasyikkan.
  • Bila perlu ambillah nomor antrian seawal mungkin untuk menghindari mood anak ngedrop karena kelamaan nunggu di ruang tunggu atau dia terlanjur mendengar aneka suara horor dari tempat praktik dokter gigi (anak saya kebagian nomor 2 jadi enggak terlalu lama antri).
  • Setelah selesai, jangan lupa berilah pujian pada anak dan sekali lagi tekankan kepada anak bahwa ke dokter gigi tidak menakutkan dan tidak menyakiti anak.

Selasa, 13 Juni 2017

KESEHATAN REPRODUKSI :Yuk Deteksi Dini Kanker Serviks Lewat Tes IVA dan Papsmear!

Nah, mumpung kepergian aktris Julia Perez alias Jupe karena kanker serviks masih hangat jadi bahan perbincangan, saya mau ikutan nulis tentang pentingnya kita sebagai wanita melakukan deteksi dini kanker serviks. Asal tau aja ya, kanker serviks adalah pembunuh kedua wanita di Indonesia. Aduuuh syereeeem ya!

Penyebab kanker serviks adalah infeksi human papilloma virus (HPV). Infeksi HPV yang berkembang menjadi kanker serviks punya peluang lebih besar untuk diobati jika terdeteksi sejak fase awal. Menurut Inisiator Koalisi Indonesia Cegah Kanker Serviks (KICKS), Prof. dr. Andrijono SpOG (K), hampir 70-80% pengidap kanker serviks datang berobat ketika sudah stadium lanjut. "Sudah stadium 2B atau 3, sudah enggak bisa diapa-apain lagi

(foto ilustrasi: pavilionforwomen.com)


Nah salah satu cara mendeteksi dini kanker serviks adalah melalui IVA test dan papsmear. Lalu siapa saja yang harus dan wajib melakukan IVA test atau papsmear? Mereka yang wajib dan harus rajin melakukan IVA test dan papsmear adalah mereka yang sudah aktif secara seksual, sangat dianjurkan untuk setidaknya setahun sekali melakukan IVA test dan papsmear. Tapi....sayangnya banyak wanita enggan melakukan tes tersebut. Ada banyak alasan. Alasan pertama takut. Alasan kedua takut ama biayanya yang mahal. Duuuh! Kepingin sehat kok banyak bener alasannya.

Saya pernah mencoba mengajak ibu-ibu di kompleks perumahan saya untuk ikutan tes IVA. Jawabannya macam-macam. Ada yang bilang takut, sakit hingga ke biayanya mahal. Padahal saya sudah ngasih tahu: Sumpah enggak sakit dan enggak pakai biaya alias gratis tis! Eeeh masih pada nolak.

Ikut tes IVA dan papsmear gratis? Beneran gratis? Beneeer....

Kali pertama mengenal IVA Test justru lewat tante saya. Setahun setelah melahirkan anak, tante saya menyuruh saya ikut IVA test. IVA Test merupakan kepanjangan dari inspeksi visual dengan asam asetat. Awalnya saya juga takut ama biaya yang musti saya keluarkan. "Wah kalo harus IVA test di lab pasti mahal!" kata saya waktu itu. Tapi tante saya menyanggah, dia bilang,"Tidak usah ke lab, datang aja ke Puskesmas Colomadu! Di sana setiap Kamis ada program IVA tes gratis!" Mendengar hal ini, saya langsung bersorak kegirangan. Tante saya memberi tahu sejumlah persyaratan sebelum menjalani IVA test antara lain tidak sedang dalam kondisi haid dan tidak habis berhubungan intim. Setelah persyaratan itu terpenuhi, berangkatlah saya ke Puskesmas Colomadu, Karanganyar, yang kebetulan lokasinya berdekatan dengan tempat tinggal saya. Sebagai orang yang masih buta soal IVA test, saya tidak punya bayangan apapun saat hendak menjalani tes ini. Waktu itu hanya ada dua wanita, yaitu saya dan wanita lain entah siapa namanya. Saya dapat giliran terakhir. Setelah giliran saya, saya disuruh masuk ke ruangan tersendiri (bukan ruang pemeriksaan di Puskesmas). Di ruangan tersebut ada sebuah ranjang lengkap dengan sandaran kaki mirip ranjang untuk orang melahirkan secara normal. Saya disuruh melepas pakaian saya lalu diminta memakai sarung. Sebelum menjalani IVA tes, saya menjalani pemeriksaan payudara. Hasilnya negatif. Lalu saya disuruh berbaring dengan posisi kaki seperti orang hendak melahirkan. Saya disuruh rileks. Setelah itu dokter memasukkan asam asetat ke mulut rahim saya. Rasanya? Mak cless gitu. Enaknya ikut IVA test adalah kita bisa langsung tahu hasilnya positif atau negatif. Hasil itu didapat dari pembacaan perubahan warna mulut rahim oleh dokter. Saya dinyatakan negatif. Wah leganya saya!


Namun karena ketidaktahuan yah saya melupakan moment emas ini untuk vaksin HPV! Padahal seharusnya setelah kita dinyatanya negatif, kita harus segera vaksin HPV! Jadi saran saya kalo Anda sudah dinyatakan negatif, buruan segera suntik vaksin HPV ya!

(Berikut ini standing banner yang menginformasikan ada program papsmear gratis di Lab Budi Sehat)


Berikutnya saya ikutan papsmear gratis. Kali ini program tersebut diadakan salah satu lab swasta di Kota Solo yaitu Lab Budi Sehat. Awalnya saya dapat info dari teman bahwa lab Parahita sedang ngadain program papsmear gratis bagi pemegang kartu BPJS kesehatan. Sebetulnya saya ingin ikut program ini, tapi ternyata saya sedang haid jadi terlewatlah program itu. Untungnya Dewi Fortuna menaungi saya, ada program serupa dari Lab Budi Sehat.Saya pun buru-buru mendaftar program ini. Saya ajak serta ibu. Ternyata, ibu juga pernah ikut papsmear gratis di Lab Prodia Jl Ronggowarsito Solo. "Tapi itu sudah setahun lalu," demikian kata Ibu saya. Dengan adanya program papsmear gratis dari BPJS ini lumayan banget bisa menghemat biaya. Kalo harus bayar sendiri, kita harus merogoh kocek hingga Rp200.000-an sekali papsmear. Untuk prosedurnya lumayan mudah, kita cukup datang ke lab penyelenggara program tersebut sambil membawa kartu BPJS dan KTP. Setelah mendaftar, lalu saya diminta antri. Syarat untuk melakukan papsmear yaitu:

  • Tidak sedang dalam kondisi haid
  • Tidak berhubungan intim minimal 3 hari
  • Minimal 10 hari setelah haid berhenti
  • Tidak perlu berpuasa atau berpantang makanan apa pun

Saya pun masuk ke ruangan. Kali ini hanya disuruh melepas celana dan celana dalam saya. Setelah itu payudara saya diperiksa, hasilnya negatif. Thanks God. Lalu saya disuruh berbaring di tempat tidur dan disuruh rileks. Saya ditanyai: Sebelumnya pernah menjalani papsmear belum? Saya jawab belum, tapi saya pernah ikut IVA test. Lalu petugas lab menjelaskan papsmear itu sedikit berbeda dibandingin IVA test. Pada papsmear, petugas akan mengambil cairan di mulut rahim. Cairan itulah yang akan diperiksa. Oke. Saya diminta rileks. Meski rileks, ketika petugas memasukkan alat ke mulut rahim saya ya agak terasa gimana gitu....rasanya seperti saat kita pasang IUD. Hanya butuh waktu 2 menit, tahu-tahu petugas bilang,"Sudah selesai, Bu!" Lalu saya dipersilakan memakai celana dan pulang. Hasilnya keluar 2 pekan lagi. Hingga saya tulis pengalaman ini di blog, saya belum ambil hasil papsmear saya ke Lab Budi Sehat...soalnya belum sempat sih....hehe.

Nah, itulah sekelumit pengalaman saya ikut IVA test dan papsmear. Mudah-mudahan bisa memberikan gambaran seperti apa sih IVA test, seperti apa sih papsmear itu...dan menghapus ketakutan wanita untuk menjalani IVA test dan papsmear. Jadi sebetulnya upaya pemerintah untuk menekan angka penderita kanker serviks itu sudah nggak kurang-kurang loh, buktinya ada program pemeriksaan IVA test dan papsmear gratis tis. Jadi tinggal kita mau atau enggak membuka mata dan memanfaatkan fasilitas gratisan tersebut.

"Biaya deteksi dini kanker serviks melalui IVA test dan papsmear di Indonesia sendiri sudah terjangkau. Bila IVA test dan papsmear dilakukan, jumlah pasien kanker serviks bisa berkurang, begitu pula dengan stadiumnya. Karena jika sudah mencapai stadium tinggi, maka peluang kematiannya juga menjadi tinggi." (Menteri Kesehatan Nila Moeloek)

 

KESEHATAN GIGI: Begini Nih Caranya Operasi 4 Geraham Bungsu Pakai BPJS

Menjaga kesehatan gigi sama pentingnya dengan menjaga kesehatan tubuh! Pada 2016 lalu, saya harus menjalani operasi gigi geraham bungsu menggunakan kartu BPJS.Pengalaman operasi gigi geraham bungsu memakai BPJS, mudah ataukah sulit? mmmh...silakan menilai sendiri setelah membaca pengalaman saya ini memakai BPJS,
Sakit gigi bukan hanya mengganggu aktivitas keseharian kita, melainkan juga bisa menyebabkan penyakit lainnya salah satunya adalah infeksi jantung atau otak yang bisa menyebabkan kematian. Nah loh. Karena itu kita tidak boleh menyepelekan sakit gigi. Itu pula alasan yang mendasari saya akhirnya memeriksakan sakit gigi yang saya rasakan ke dokter gigi, setelah sebelumnya saya mencoba mengobatinya dengan cara-cara tradisional yaitu berkumur dengan larutan air garam atau obat kumur hingga ke bawang putih. Semuanya itu tidak mempan. Bahkan makin hari terasa semakin sakit, berdenyut-denyut, bikin tidak bisa tidur. Bahkan saya sampai mengonsumsi obat penghilang rasa nyeri hanya agar saya dapat beraktivitas secara normal yaitu bekerja, mengasuh anak dan ngemal! Hehehe.... Namun karena tak kunjung sembuh dan saya takut bakteri di gigi malah menyebar ke organ tubuh saya, akhirnya saya beranikan diri ke dokter gigi.
Pergi ke dokter gigi bagi saya  merupakan hal menakutkan. Bukan takut pada peralatan praktik dokter gigi, melainkan takut biayanya bakal menguras kantong! Terlebih lagi, saya tidak punya asuransi khusus yang mengkaver gigi. Untunglah seorang teman memberitahu saya bahwa saya bisa memeriksakan gigi memakai kartu BPJS kesehatan. Saya pun datang ke faskes 1 dekat rumah saya dengan membawa kartu BPJS. Ternyata benar, gratis tis! Gigi saya diperiksa bu dokter. Komentarnya? Aduuuuh benar-benar bikin saya sakit hati plus malu hati.
"Aduuuh, Mbak, giginya kok rusak parah gini. Pasti sudah lama enggak ke dokter gigi ya?!" tuduh bu dokter begitu melihat kondisi gigi saya.
"Iya, Dok. Sejak menikah saya enggak pernah rutin kontrol ke dokter gigi. Yah kira-kira 3 tahun deh enggak ke dokter gigi," jelas saya menahan malu. Ya malulaaaah... dulu waktu masih lajang, saya paling rajin kontrol ke dokter gigi meski pun hanya membersihkan karang gigi. Sekarang? Waduh.
Bu dokter memberitahu saya ada lima gigi bermasalah. Empat di antaranya adalah menyangkut gigi geraham saya. "Ini yang kanan bawah sepertinya gigi geraham bungsu Anda bermasalah. Itu yang menyebabkan rasa sakit," kata bu dokter.
"Solusinya gimana, Dok?"
"Solusinya kudu dioperasi, Mbak. Sebab kalo enggak dioperasi nanti ya bolak-balik sakit lagi dan itu harus lewat operasi bedah mulut," kata bu dokter.
Bayangan saya waktu itu: operasi hanyalah proses pencabutan gigi di dokter gigi. Saya tak punya bayangan saya bakal berbaring di meja operasi dan dibius total.. Berhubung dokter gigi di faskes pertama tidak bisa menangani keluhan saya, akhirnya saya pun dirujuk ke RS tipe C (sesuai prosedur BPJS). Naaaah... di sinilah perjuangan sebagai pasien BPJS itu dimulai!
Entah karena ekspektasi saya yang berlebihan terhadap pelayanan BPJS atau memang sudah nasib pasien BPJS dilempar ke sana kemari, saya enggak tahu, yang jelas ketika saya datang ke RS tipe C saya ditolak mentah-mentah. Mereka bilang tidak bisa menangani masalah saya. Kok bisa? Padahal jelas-jelas saya lihat di papan nama RS yang berisi nama dokter RS tersebut, di situ jelas terpampang RS tersebut punya dokter spesialis bedah mulut. Saya ngeyel, saya bilang,"Itu di papan nama dokter-dokter, saya lihat ada dokter spesialis bedah mulut. Berarti RS punya dong dokter spesialis bedah mulut dan bisa menangani keluhan saya!"
Namun saya harus mati kutu ketika pihak RS mengatakan,"Yah mau gimana lagi, dokternya tidak mau menangani pasien BPJS!" Sejujurnya, saya tidak paham betul aturan tentang BPJS, saya tidak paham hukum boleh enggaknya dokter menolak pasien BPJS, jadi ketika mendapat jawaban itu ya sudahlah saya pilih menyerah dan pasrah dirujuk ke RS tipe B. Apakah perjuangan saya berakhir mulus? Tidak. Di RS tipe B (sama seperti ketika di RS tipe C) saya harus datang pagi-pagi beneeeer supaya dapat jatah (karena rumah sakit tersebut membatasi jumlah pasien BPJS hanya 10 orang per hari. Bayangkan!). Perjuangan saya tidak sia-sia, saya berhasil bertemu dokternya, diperiksa lalu....nah di sinilah saya kembali terbengong-bengong. Pak dokter menyuruh saya mencari kamar terlebih dahulu, saya disuruh tanya ke bagian UGD ada enggak kamar kosong. Jujur, waktu itu saya belum paham prosedur operasi gigi geraham bungsu. Saya sempat ngeyel lagi, saya bilang kenapa saya harus nyari kamar untuk rawat inap? Kan tinggal nyabut gigi doang, pakai bius lokal, mengapa harus rawat inap segala?
Apa kata pak dokter? "Mbak, Mbak nanti dibius total. Karena itu butuh kamar untuk rawat inap. Tapi jangan khawatir, paling nginep sehari lalu boleh pulang kok!"
Hah? Saya cuma terbelalak setengah tak percaya. Tapi ya sudahlah. Dokter punya kuasa. Saya pun ke UGD untuk tanya kamar kosong. Ini benar-benar lucu menurut saya. Kok harus pasien sih yang disuruh nyari kamar sendiri? Di UGD saya dapat kejutan kedua. Petugas UGD bilang semua kamar penuh. Bahkan ketika saya ngotot ya sudah saya naik kelas, mereka tetap bilang penuh. Petugas lalu mejelaskan, kalau saya nyari kamar sesuai jatah saya di BPJS yaitu kelas 1 jumlah antriannya mencapai 42 orang (gubrak), sementara kalau saya naik ke kelas utama/VIP jumlah antriannya mencapai 21 orang (gubrak lagi). Lagi, saya merasa weird. Ini orang sakit kok disuruh nunggu. Orang-orang ini apa enggak pernah sakit gigi apa ya? Saya pun protes kenapa operasi kok disuruh nunggu seperti itu sih, entar penyakitnya keburu parah dan menyebar kemana-mana. Lalu, mbak si penjaga UGD menjelaskan memang seperti itu prosedurnya, pihak RS membagi pasian menjadi dua yaitu gawat darurat dan bukan gawat darurat. Yang gawat darurat misal kecelakaan lalu lintas yang mengharuskan operasi, so pasti jadi prioritas operasi. Sedangkan pasiean bukan gawat darurat (seperti saya yang sakitnya masih bisa ditahan) operasinya harus nunggu giliran. Hadhew, mati saya! Batin saya. Gigi sudah sakit kagak karuan gini eeeh masih disuruh nunggu giliran yang entah kapan datangnya.
Sambil menunggu giliran tanpa kepastian kapan operasi saya akan dilaksanakan, saya pun mencoba alternatif lain. Saya datangi sejumlah klinik praktik dokter spesialis bedah mulut hingga dokter spesialis rekonstruksi gigi. Harapan saya penyakit saya bisa segera tertangani. Namun, besarnya biaya yang mereka ajukan membuat saya mundur teratur....hehehe.... Teman saya yang punya pengalaman operasi gigi geraham bungsu memakai BPJS Kesehatan juga memberi nasihat,"Eman-eman kalo kamu harus bayar sendiri. Wong toh kamu sudah jadi anggota BPJS Kesehatan, sudah manfaatin aja BPJS KEsehatanmu. Wong operasi gigi geraham bungsu itu ditanggung penuh kok oleh BPJS Kesehatan!"
Begitulah. Saya pun menyerah, memilih memanfaatkan BPJS Kesehatan saya. Namun saya masih saja menyimpan dongkol. Gigi saya terasa sakit eeeh kok saya masih disuruh menunggu giliran. Saking dongkolnya saya pun nulis surat pembaca dan diterbitkan oleh media cetak nasional. Rupanya keluhan saya terbaca jajaran BPJS di Jakarta. Saya pun ditelepon pihak BPJS dan diajak makan siang untuk dipertemukan dengan pihak RS tipe B tersebut. Aduh kok jadi berpanjang-panjang gini urusannya? Saya pun menyanggupi bertemu. Dalam pertemuan itu saya dapat penjelasan panjang lebar kali tinggi...aduh, enggak usah saya tulis deh. Pokoknya hasil akhirnya saya dapat prioritas menjalani operasi gigi geraham bungsu di RS. Padahal sumpaaah! Maksud saya nulis surat pembaca bukan itu, saya enggak butuh prioritas. Saya hanya ingin perbaikan pelayanan untuk pelayanan BPJS. Itu saja keinginan saya.

Singkat cerita, akhirnya saya mendapat fasilitas jalan tol, saya tidak perlu menunggu antrian (aduuuh...saya benar-benar enggak enak hati, tapi mau bagaimana lagi?). Pada hari yang ditentukan, yaitu Sabtu, saya pun datang ke RS. Oya, saya disuruh puasa 12 jam terlebih dahulu. Gigi saya diperiksa dan dirontgen. Dari situ dokter yang menangani gigi saya jadi tahu gigi mana saja yang bermasalah. Ternyata ada 4 gigi yang kudu diambil! Duh! Sebetulnya merasa sayang juga, usia saya belum lanjut usia tapi kok sudah kehilangan 4 gigi! Ya sudahlah. PUkul 16.00 WIB, saya masuk IGD, diinfus (entah apa isi infus tersebut). Lalu dokter datang memeriksa kondisi saya dan menyatakan saya layak menjalani operasi. Operasi dilaksanakan pukul 19.00 WIB. Jadi saya lumayan lama menunggu di IGD. Begitu tiba saatnya, saya pun dibawa ke ruang operasi. Sendiri. Suami menunggu di luar. Saya sempat ngeper membayangkan dibius total. Pengalaman pertama saya
dengan bius sungguh tak mengenakan: 3 tahun lalu saat melahirkan anak saya lewat operasi caesar, saya pernah dibius lokal. Efeknya setelah operasi selesai, saya mengalami tremor, saya merasa tubuh saya dingiiiin bangeeeet. Kata perawat itu efek obat bius. Duh! Saya takut pengalaman buruk itu terulang, makanya saya terus berdoa semoga dikasih kelancaran. Dokter anestesi pun datang dan memberi tahu prosedur operasi dan prosedur bius. Setelah itu saya disuntik. Tidak sampai 5 menit, tahu-tahu saya sudah hilang kesadaran. Tahu-tahu saya tersadar sudah di dalam kamar. Sakit? Enggak. Semalaman itu saya tidur pules banget mungkin karena masih ada sisa-sisa efek obat bius di tubuh saya. Keesokan harinya saya bangun dan mendapat sarapan bubur (seperti terlihat di foto atas).
Pukul 09.00 WIB, dokter visit mengecek kondisi saya dan menyatakan saya boleh pulang. Sepekan lagi disuruh kontrol. Begitulah. siangnya, setelah urusan administrasi beres, saya pun pulang. Biayanya? Nol rupiah karena semua sudah ditanggung BPJS Kesehatan.